Senin, 05 Oktober 2009

Tolong jangan tawarkan yang lebih baik lagi.


Lidah kita adalah kejujuran tenteng sebuah rasa, pahit akan dia katakana pahit. Manis akan dia katakana manis. Tidak ada yg disembunyikannya. Ini hati aku sekarang sayaaaaaaang..

Harus terima kenyataan, aku menghitung mundur waktu kita sama-sama. Jangan bodoh, apapun akan aku nikmati selama itu dengan mu. Sakit akan ku nikmati sebagai penyakitku, bahagia akan kunikmati sebagai bahagia ku.

Aku percaya, setiap cangkir akan menemukan tatakan terbaiknya. Terlebih aku lebih percaya pada-Nya, bahwa Sang Maha Sempurna tidak akan mengirim orang yang salah untuk menjadi teman sepermainan, musuh di dalam waktu atau bahkan lawan diskusi yang sepadan. Baik bagi ku tentu saja baik bagi-Nya.

“Ini kenyataan sayang, kenyataaaaaaan.!! Mau kamu bantah gimanapun, ini kenyataaaaaaan.” Malam ini hampir seribu kali lebih aku menerima kata-kata yang tidak ingin ku dengar, bahkan kata-kata ini keluar dari salam hatiku sendiri.

Terlalu naïf aku, buat diriku percaya, “cinta tidak harus memiliki” tapi pada akhirnya aku harus kembali lagi, bahwa hidup itu pilihan. Sempat aku mendengar dialog antara hatiku dan bayang-bayang pikiran ku.

Hatiku berkata : “aku akan tetap ada disamping mu, akan tetap menemanimu. Aku akan tetap ada buat mu, aku akan bahagia sayang, asal kamu bahagia dengan pilihan kamu sendiri.” Gumam hatiku. Tapi ntah atas dasar apa, bayang-bayang pikiran ku ini slalu membantah, “terus buat apa kamu ada kalau kamu sudah cukup dengan menyaksikan dia bahagia dengan pilihan-pilihannya saja? Buat apa kamu ada, wahai hati-hati manusia?”

Hatiku bungkam, air mata ku jatuh, tapi tetep bias menjawab “karena aku ini hati, kadang aku berbuat sesuatu yang tidak dapat kamu terima wahai bayang-bayang pikiran. Ini aku, ini hatiku, aku hanya ingin merasa, aku tidak ingin dipaksa, aku ingin semua terjadi apa adanya. Aku ingin, dan teramat ingin.”

Sejenak bayang-bayang pikiranku diam. Diam. Benar-benar diam dan tidak memikirkan apapun, sempat bayang-bayang pikiran ku inging mencoba berpikir dengan hati, dan merasakan semuanya di alam pikiran ini. Lalu kemudian bayang-bayang pikiran ku sadar, “aku harus tetap berada di jalan yang seharusnya aku lewati, aku tidak perlu mngambil jalan mana pun, semua ada alur nya. Lajur-lajur yang Tuhan sediakan untuk kita lewati.”

Sampai akhirnya aku memberikan waktu pada hatiku untuk mengatakan apa yang sedang ia rasakan. Hatiku kemudian berkata, “aku sakit karena mu (bayang-bayang pikiran ku). Aku sakit karena aku harus selalu menerima apa-apa saja yang ada dipikiran mu tanpa harus merasakan apa yang ada dalam hatiku. Kali ini, kamu memaksaku untuk menerima untuk tau bagaimana kamu menghitung mundur waktu-waktu.”.

Tuhan..

Kawan..

Demi kalian aku berkata, percakapan mereka membuat ku sedih, membuatku harus mengistirahatkan setengah nyawa, karena setengahnya lagi sudah tidak kuat aku jaga. Air mata buat ku takluk pada kenyataan, dan aku tidak ingin lagi menerima tawaran apapun dari kamu yang lebih baik dari kamu kali ini. Tenang sayang, aku akan terima kenyataan selama itu dari Tuhan..

Sabtu, 03 Oktober 2009

Titip Ke Kamu, Aja.


Aku bukan orang pintar yang bias menafsirkan berapa lama lagi waktu kita bersama dengan angka-angka. Aku juga bukan siapa-siapa yang bias menjamin apapun yang terbaik bagi kita. Aku hanya sayang kamu, aku hanya melakukan yang terbaik buat kamu, aku hanya aku dan aku hanya punya kamu.

Waktu kita sedang bertengkar, aku selalu berdoa setelah apa yang terburuk ini aku ciptakan, akan aku tawarkan sesuatu yang terbaik dari yang pernah ada. Aku bukan ngga mau berbuat apa-apa, kali ini aku benar-benar hanya menitip kan semua pada mu. Aku percaya sekali, di tangan mu semua akan baik-baik saja. Aku titip ke kamu aja, karena memang tidak ada yang lain lagi bagiku.

Teruntuk : Belahan Jiwa Ku, Lucky Adhi Nugroho. (Untuk hari-hari dan waktu yang tidak kita lewati berdua.)

"I Love You. Yes, I do."
Pinggir Jakarta Pusat

Hubungan Dalam Bahaya


Suatu malam aku tiba-tiba ditanya oleh sesuatu yang aku sendiri tidak dapat jelas mengetahui, siapa sebenarnya dia yang bertanya.
Apakah hatiku atau pikiranku sendiri.
Tiba-tiba pertanyaan itu terdengar sangat jelas :
"Apakah yang sedang kamu rasakan?"
Entah dari mana datangnya pertanyaan itu, sejenak aku terdiam lalu berkata dalam hati,
"Aku ngerasain bahaya dalam hubungan kita."

Tanpa harus ditanya, kemudian aku menjelaskan semua dalam hati.
Aku merasa tidak ada lagi ketenangan hati antara kita, anatara memiliki mu dan dimiliki oleh mu.
Aku tidak lagi berkhayal ingin mendapat tempat seperti istana yang semua serba ada dan tersedia, aku hanya ingin tempat dimana ketika aku sedang sendiri aku merasa tenang tanpa harus kesepian, ketika aku ditengah keramaian aku merasa aman dan tidak terganggu karena kamu yang menjaga ku.
Aku tidak ingin lagi bermimpi untuk menjadi yang terbaik dan yang terindah bagimu, aku hanya ingin kamu dapat menyebutkan sebuah nama ketika kamu diminta untuk menyebutkan seseorang yang tidak bisa kamu lupakan, yaitu nama ku.
Aku tidak ingin berlebihan memiliki mu, aku hanya ingin begitu aku membuka mata, seolah tertulis nama kamu di hadapan mata ku.
Aku tidak ingin serakah meminta penjaga yang selalu ada, aku hanya ingin ketika harus ada tangan-tangan yang harus ku genggam, kedua tangan mu lah yang ada di genggaman tangan ku.
Aku tidak berusaha untuk menjadi yang nomer satu di dalam hidup mu, aku hanya ingin menjadi pilihan mu ketika aku bukan satu-satunya wanita yang kamu pikirkan.
Aku tidak pernah menginginkan sesuatu yang tidak mungkin, hidup dengan mu selamanya, aku hanya ingin berapapun panjang usia mu, kamu habiskan dengan ku tanpa terlewat satu tahun pun hari jadi mu.
Aku tidak pernah berharap dilayani sampai menurunkan derajat mu sebagai belahan jiwaku, aku hanya ingin ketika aku membutuhkan mu, kamu selalu ada untuk ku.
Dan aku tidak perlu lagi menyebutkan ketenangan-ketenangan yang aku inginkan, karena aku yakin kamu pasti mengetahui apa yang aku ingini bahkan sampai yang belum pernah aku sebutkan sekedar di dalam hati.

Kemudian aku menjelaskan lagi dalam hati, "Aku ngerasain bahaya dalam hubungan kita."
Karena aku merasakan banyak kehilangan, walaupun hanya bagian dari perasaan ku.
Ketika aku rela membuang apapun yang tidak kamu sukai walaupun itu bagian dari perasaan ku, dan benar-benar hanya untuk mu, aku tidak tahu apakah disana kamu merasakan bahaya yang sama dalam hubungan kita?
Buatku tidak perlu ada tertawa terbahak-bahak jika setelah kita tertawa, tangan kita harus terpaksa menghapus air mata yang datang setelah tawa kita hilang.
Buatku tidak butuh pertemuan intensif 1x24 jam dalam seminggu jika setelah kita bertemu, kita saling kehilangan 1detik kesempatan kebersamaan kita karena saling tidak memberi kabar.
Buatku tidak butuh kata-kata seindah mutiara jika setelah kita berkata ada hati yang mesara tersakiti karena kebohongan sekecil debu yang tidak terlihat sama sekali tapi tidak mungkin tidak kita rasakan dalam hati.
Buatku sekarang, yang terpenting adalah bagaimana bahaya ini hilang hingga aku merasa tenang.



Teruntuk : Belahan Jiwa Ku, Lucky Adhi Nugroho. (Untuk hari-hari dan waktu yang tidak kita lewati berdua.)

"I Love You. Yes, I do."
Pinggir Jakarta Pusat, 1 September 2009

Tiba-tiba.


22 Juli 2009 jam 02:53 am

Setengah tiga, tiba-tiba terbangun..

Teringat tentang suatu hari ketika aku sedang tidak bersamanya. Ternyata, ketika dia lenyap dari hadapan ku, aku masih bisa mengingatnya tanpa satu gurat wajah terlewati. Darinya aku belajar sabar, belajar ikhlas, belajar untuk tidak lagi mengeluh, belajar menerima dan menilai diriku sendiri. Dari sekian banyak sakit hati yang pernah terasa karena dia manusia, masih lebih banyak lagi suka cita yang dia pupuk, ini baru pupuknya saja, coba bayangkan bagaimana pohonnya?

Aku tidak lupa bagaimana cara dia menatap, sungguh berwarna dan syarat dengan makna. Aku juga tida pernah lupa, bagaimana lisannya menjaga setiap ucapannya, selalu terliha, apa yang ingin dya katakan seperti sudah dya pelajari ribuan kali, sangat halus, menyentuh dan tidak mudah terlupakan. Bahkan untuk kesekian kali aku membaca pesan, gusar dada tidak berbeda rasanya, sama persis ketika aku petama kali membaca ucapan cinta darinya, sama seperti dahulu bahkan kali ini lebih dahsyat seperti tak lagi ada peredam yg bisa menyembunyika rasanya.

Tidak mesti semua orang ku beri tahu tentang ini, tapi aku yakin, tanpa ada yang memberi tahu pun, mereka akan tahu apa yang sedang ku rasa. Sayaaang, kali ini semua persendian tulang ku akan sadar apa arti sebuah sendi pada tulang di tubuh ini. Tanpa kamu, pergerakan ini sungguh sempit, tidak sempurna, kaku dan tidak dinamis. Sayaaang, semua menginginkan ilmu padi terpatri dalam dirinya, makin berisi dan makin merunduk, tapi semua itu aku lihat bukan sebagai ilmu padi, tapi ilmu yang kau tanamkan tapi kamu lupa untuk memberinya nama. Aku melihat sesuatu di dalam diri kamu yang harus selalu aku jaga sampai aku benar-benar tidak ada.

Kalau saja setiap orang bisa memilih mana ukuran yang ia ingin jadikan patokan, mungkin aku akan membuat ukuran itu sendiri, dan aku kan menjadikan kamu patokan-patokan dalam ukuran ku. Sayaaang, I LOVE YOU. Kata itu sepertinya tidak cukup kita ucapkan 1000 kali saja dalam setiap malam, aku ingin lebih dari angka seribu itu. Tapi, apalah arti sebuah kata jika tanpa kata-katapun kita mampu membaca cinta yang kita tanam sendiri bukan..?

Aku yakin, suatu ketika kita akan diberi waktu sebagai ajangng introspeksi diri, tapi hebatnya jika kita menyadari kekurangan kita setiap waktu, menegur dengan halus, memberikan penjelasan dengan ragam praktek pendewasaan kita, dan yang penting dengan jurus jitu saling menerima bahwa kita lah yang tebaik dari semua yang sudah tercipta. Bukan sayaaang, bukan maksud aku angkuh di depan khalayak yang sempurna, tapi karena aku yakin, kita akan menjadi sempurna jika kita selalu berjalan bersama..

I LOVE YOU, Lucky Adhi..

Semoga kelak apa yang kita ingin dan cita-citakan mampu terwujud dalam mimpi yang sempurna. Amiin :D

Senin, 17 Agustus 2009

Walaupun, bukan karena.


"Aku menyayangi dia untuk sebuah kata walaupun, bukan karena".

Aku pernah mendengar kalimat ini dari teman ku, dia juga tidak lantas terpikir dari kepalanya, melainkan dia mendengar ini dari mantannya mantan temen sahabatnya itu, ntah la terlalu rumit untuk ku ceritakan, tetapi yang pasti, kata-kata ini membuat aku lebih mengerti bagaimana seharusnya aku bisa menyayangi, siapapu.

Benar jika dikatakan, aku harus menyayanginya walaupun dia begini dan begitu, atau walaupun dia begini dan begitu aku akan tetap menyayanginya. Bukan untuk aku menyayanginya karena dia begini dan begitu.

Terima kasih, kadang hal kecil yang selintas tidak bermakna itu sering ku abaikan, tapi kali ini aku akan lebih berhati-hati untuk menerima apapun yang bisa membuat ku jadi lebih baik.

Rabu, 03 Desember 2008

Lukman Adhi Nugroho, tatakan cangkir terbaik bagi ku.


"Sebuah cangkir tidak selalu bisa memilih tatakan terbaiknya."

Aku, andaikan aku sebuah cangkir yang tidak selalu bisa memilih mana tatakan cangkir yang terbaik untuk ku, aku tidak akan pernah berhenti mencari dimana tatakan terbaik ku berada untuk dapat menjaga ku. Aku memang tidak bisa begitu saja menerima tatakan yang ditujukan kepada ku, tetapi hatiku selalu bisa menerima siapa yang datang kepada ku, dan dialah yang terbaik untuk ku.

Lukman Adhi Nugroho, yang sejak 17 Maret 2008 telah datang menjadi yang terbaik bagi cangkir sejati ku. Aku memang tidak pernah meminta kepada Allah SWT, untuk menghadirkan sosok yang kini selalu berada di sisi dimana aku berada. Tetapi disetiap sujud malam ku, aku selalu meminta kepada-NYA untuk dikirimkan laki-laki terbaik yang dapat mendampingi ku. Dan Allah SWT mengirimkan sosok malaikat itu dalam raga Lukman Adhi Nugroho. Hingga saat yang aku yakini bahwa beliaulah tatakan terbaik bagi cangkirku, walau dengan terang bahwa setiap cangkir tidak selalu bisa memilih tatakan terbaiknya, tetapi disetiap cangkir telah terpilihkan mana tatakan terbaik baginya.

Allah Maha Pengasih.


GUSTI ALLAH, rahasia Mu tak terselami. Biarkan genta kecil Mu terus berbunyi di hidupku...